"Pendidikan manusia Indonesia seutuhnya; Pendidikan Akal, Pendidikan Hati, dan Pendidikan Jasad"

Kamis, 14 Maret 2024

Menulislah!

Alasan Kita Mesti Menulis




ADVERTISEMENT

“Semua penulis akan meninggal, hanya karyanyalah yang akan abadi sepanjang masa. Maka tulislah yang akan membahagiakan dirimu di akhirat nanti.” (Ali bin Abi Thalib)

“Tinggalkan jejakmu pada dunia dengan torehan kata; tinta, lisan dan pedang.” (Nadhya Shafwah)

“Bila kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah.” (Imam al-Ghazali)

Sangat gamblang, ihwal mengapa kita mesti menulis adalah lantaran amatlah besar kemaslahatan yang didapat. Untuk diri sendiri, masyarakat maupun umat. Menulis adalah salah satu tirakat kita mengkaji rasa: belajar peka terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita atau melatih membuka hati tatkala mata menerawang semesta. Selain itu, menulis pula sama halnya seperti guru, ikut serta melestarikan ilmu pengetahuan dan menyumbang gagasan–bahkan cara tersebut lebih mujarab dan mudah dimamah dengan mudah oleh khalayak publik nun di mana pun mereka berada.

Imam al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia, secara tak langsung beliau menampar keras wajahku dan sekan-akan mengatakan, “Uwong koyok sampean arep dadi opo nek gak nulis? Sampean dudu wong gede, gak due opo-opo lan gak iso opo-opo.” Teruntuk mereka yang memiliki semuanya: kekayaan harta ataupun kekayaan ilmu–banyak sekali yang tiap harinya mengamalkan ibadah tulis-menulis. Lantas bagaimana jika kita tak mau menulis? Jiwaku adalah penghamba kesombongan jika menulis tak kujadikan adat-ibadat.

Ali bin Abi Thalib, sahabat Rasulullah, membuat saya sadar bahwa hidup tak ada yang abadi, adakalanya akan berbaring tak berkutik di dalam bentangan sunyi. Maka hanya dengan menulis nama dan jejak kita akan terus bersemayam selamanya. Namun, seperti yang dituturkan Sayyidina Ali di atas: ‘tulislah yang akan membahagiakan dirimu di akhirat nanti’. Tak hanya sekadar menulis, tapi juga harus dapat menitik terangkan bagi pembaca. Meski hanya secuil manfaat yang ditorehkan. Lantaran menulis adalah jariyah.

Baginda Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara, yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak yang saleh.” (HR. Muslim no. 1631).

Nah, saya ingin tulisanku menjadi bekal atau jariyahku nanti.

Serta Nadhya Shafwah, selain berjihad dengan lisan dan pedang yang dituturkan olehnya yaitu ‘menorehkan kata’. Kerapkali suara kita terabaikan ketika mencoba menyendandungkan kebenaran, dan menjadi sia-sia. Maka dengan menulis mereka akan tahu celotehan hatiku.

Berjihad dengan pedang? Mana mungkin. Kita berada di masa peperangan intelektual, bukan perang fisik-saling menumpahkan darah. Sekali lagi menulis adalah jihad yang kudu kita kerjakan.

Diamnya penulis adalah keberanian yang kerap menggetarkan orang–bahkan semesta. (Tasori MT)

Kuis Part 1 (Hormat kepada Ortu dan Guru)

Kuis Part 2 (Hormat kepada Ortu dan Guru)

Kuis (1. Jujur dan Menepati Janji)

Kuis (2. Jujur dan Menepati Janji)

Kuis (Optimis, Ikhtiar, dan Tawakkal)

Kuis (Iman kepada Hari Akhir)

TTS Materi Iman kpd Qada' & Qadar

Postingan Unggulan

KUIS (Materi Zakat)

https://quizizz.com/embed/quiz/636858fe5ba125001d6d7afc