"Pendidikan manusia Indonesia seutuhnya; Pendidikan Akal, Pendidikan Hati, dan Pendidikan Jasad"

Kamis, 18 April 2024

Semangat Pemuda

SEMANGAT PEMUDA


هِمَّةُ الرِّجَالِ تَهْدُمُ الْجِبَالِ
“Kalian (sebagai santri) harus belajar dengan sungguh-sungguh, cita-cita harus tinggi, himmah yang kuat dan jangan sampai ada suatu kemusykilan tanpa dipecahkan, tanpa muthalaah kitab.”

Sebagai santri di era sekarang harus bisa menguasai segala macam ilmu pengetahuan sehingga nantinya kita yang terdoktrin sebagai santri yang serba bisa segalanya dapat menyelesaikan segala macam persoalan sekalipun yang sulit tanpa harus ditanyakan.

Hakikatnya pemuda yang sejati adalah mereka yang berpikir tentang orang-orangnya, bukan dirinya sendiri. Pemuda yang sejati adalah yang semangat dalam membangun bangsanya dengan semangat juang yang tinggi.

Seperti dalam syair :

لَيْسَ اْلفَتَى مَنْ يَّقُوْلُ كَانَ اَبِيْ وَلكِنَّ اْلفَتَى مَنْ يَّقُوْلُ هَاذَا أَنَا

"Bukanlah pemuda sejati yang mengatakan ini bapakku (harta dan jabatannya) akan tetapi pemuda yang hakiki ialah ia yang mengatakan inilah aku, aku yang tidak bisa hari ini akan terus belajar agar menjadi bisa."

الا ليت الشباب بعود يوما فأخبره بما فعل المشيب

“Ketahuilah bahwa masa muda itu tidak dapat terulang kembali maka beritahu lah kepada mereka apa yang pantas mereka lakukan pada masa ini”


Sebagai santri harus senantiasa berdoa agar Allah senantiasa memberikan futuh kepada kita semua agar terbuka hati kita untuk tetap belajar, karena apa? Kita tertuntut untuk harus pintar. Di zaman yang serba ada, tidak pintar tidak cerdas sangatlah rugi. Karena secara otomatis orang yang tidak pintar akan ilmu agama akhirnya mengkaji ilmu ilmu agamapun tidak suka. Dan menurut beliau kok santri punya pekerjaan selain belajar maka pekerjaan lainnya itu kualitas nilainya sangat rendah. Maka dari itu harus punya himmah aliyah, cita cita yang tinggi agar menghasilkan output yang maksimal.

همة الرجال تهدم الجبال كن رجلا رجله في الثرى وهامة همته في الثريا

Semangat pemuda itu mampu menghancurkan gunung yang tinggi. Di masa muda ini adalah masa dimana darah memanas, bergejolak, dan penuh ambisi. Memang hakikatnya benar kaki berada di tanah, tapi cita cita harus berada di atas yang sangatlah jauh mendekati bintang tsuroyya. Masyaallah! Selain itu, kita harus lebih belajar haulail aimmah, harus mengetahui ulama ulama besar, sholih, dan juga zuhud. Dalam beberapa quotes yang pernah saya baca : Dream big, pray more, and surround with good people. Nah point ke 3 sudah jelas bahwa kita harus senantiasa berada disekeliling orang orang baik. Karena apa? Dengan beliau kita tabarukan, kita sangat membutuhkan ilmu ilmu beliau para auliya, terlebih ilmu tasawuf. Karena ilmu tasawuf merupakan ilmu yang sangat penting yang menjadikan kita menjadi lebih baik.

فقيهاوصوفيا فكن ليس واحدا,فإني وحق الله إياك أنصح




Sebagai santri harus bisa mengakulturasikan antara ilmu fiqih dan ilmu tasawuf. Bidayahnya paham, ihya paham, fathul qorib dan fathul mu’in paham. Imam Syafii berkata : “Demi Allah aku memberikan nasihat kepada kalian.” Nasihat yang seperti apa? Nasihat yang dimaksud ialah beliau menghendaki untuk selalu melakukan kebaikan dan ingin melihat kita pintar, bisa menyeimbangkan antara ilmu tasawuf dan fiqih. Sebab apa?

فذلك قاس لم يذق قلبه تقى,وهذا جهول كيف ذو الجهل يصلح

Orang yang hanya ahli fiqih saja tapi tidak pernah belajar tentang tasawuf hatinya tidak bisa merasakan takwa kepada Allah, hatinya akan terasa keras. Sebaliknya, jika hanya belajar ilmu tasawuf saja, hanya mengkaji bidayah saja maka sangat bodoh. Kalau orang sudah bodoh gimana memperbaikinya? Apakah orang yang sudah bodoh tidak bisa menjadi baik? Ya, Imam Syafii mengatakan bahwa orang yang sudah bodoh itu tidak mungkin bisa baik. Imam Syafii merupakan ahli fuqoha yang sama sekali tidak ada tandingannya. Namun tingkat ketaqwaan, tasawuf, dan ketulusan dsb. sangat luar biasa. Suatu ketika dikisahkan Imam Syafii melihat salah satu anak kecil yang sedang membaca Al Quran dengan suara sangat merdu. Belum lengkap satu ayat beliau pingsan. Kenapa? Karena saking cerdasnya, beliau sangat paham dan maksud atas ayat tersebut.

Imam Ghozali mengatakan bahwa Imam Syafii itu pintar bukan diawali belajar bab salam ataupun ba’i. Melainkan beliau belajar dari tasawuf. Nah dari sini kita paham kenapa kita harus banyak banyak belajar tentang haulail aimmah, karena banyak sekali hikmah yang didapat dan semoga kita senantiasa mendapat barokah oleh beliau beliau imam imam besar. Aamiin.[AMr]

Oleh : Annisa Miftahurrohmah

Kamis, 14 Maret 2024

Menulislah!

Alasan Kita Mesti Menulis




ADVERTISEMENT

“Semua penulis akan meninggal, hanya karyanyalah yang akan abadi sepanjang masa. Maka tulislah yang akan membahagiakan dirimu di akhirat nanti.” (Ali bin Abi Thalib)

“Tinggalkan jejakmu pada dunia dengan torehan kata; tinta, lisan dan pedang.” (Nadhya Shafwah)

“Bila kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah.” (Imam al-Ghazali)

Sangat gamblang, ihwal mengapa kita mesti menulis adalah lantaran amatlah besar kemaslahatan yang didapat. Untuk diri sendiri, masyarakat maupun umat. Menulis adalah salah satu tirakat kita mengkaji rasa: belajar peka terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita atau melatih membuka hati tatkala mata menerawang semesta. Selain itu, menulis pula sama halnya seperti guru, ikut serta melestarikan ilmu pengetahuan dan menyumbang gagasan–bahkan cara tersebut lebih mujarab dan mudah dimamah dengan mudah oleh khalayak publik nun di mana pun mereka berada.

Imam al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia, secara tak langsung beliau menampar keras wajahku dan sekan-akan mengatakan, “Uwong koyok sampean arep dadi opo nek gak nulis? Sampean dudu wong gede, gak due opo-opo lan gak iso opo-opo.” Teruntuk mereka yang memiliki semuanya: kekayaan harta ataupun kekayaan ilmu–banyak sekali yang tiap harinya mengamalkan ibadah tulis-menulis. Lantas bagaimana jika kita tak mau menulis? Jiwaku adalah penghamba kesombongan jika menulis tak kujadikan adat-ibadat.

Ali bin Abi Thalib, sahabat Rasulullah, membuat saya sadar bahwa hidup tak ada yang abadi, adakalanya akan berbaring tak berkutik di dalam bentangan sunyi. Maka hanya dengan menulis nama dan jejak kita akan terus bersemayam selamanya. Namun, seperti yang dituturkan Sayyidina Ali di atas: ‘tulislah yang akan membahagiakan dirimu di akhirat nanti’. Tak hanya sekadar menulis, tapi juga harus dapat menitik terangkan bagi pembaca. Meski hanya secuil manfaat yang ditorehkan. Lantaran menulis adalah jariyah.

Baginda Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara, yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak yang saleh.” (HR. Muslim no. 1631).

Nah, saya ingin tulisanku menjadi bekal atau jariyahku nanti.

Serta Nadhya Shafwah, selain berjihad dengan lisan dan pedang yang dituturkan olehnya yaitu ‘menorehkan kata’. Kerapkali suara kita terabaikan ketika mencoba menyendandungkan kebenaran, dan menjadi sia-sia. Maka dengan menulis mereka akan tahu celotehan hatiku.

Berjihad dengan pedang? Mana mungkin. Kita berada di masa peperangan intelektual, bukan perang fisik-saling menumpahkan darah. Sekali lagi menulis adalah jihad yang kudu kita kerjakan.

Diamnya penulis adalah keberanian yang kerap menggetarkan orang–bahkan semesta. (Tasori MT)

Minggu, 14 Januari 2024

Adab dan Ilmu

Lebih Penting Mana? ADAB atau ILMU?



Adab adalah sesuatu yang harus lebih didahulukan daripada ilmu. Apa yang dimaksudkan dengan adab?

Adab secara bahasa artinya menerapkan akhlak mulia. Dalam kitab Fathul Bari' karangan Ibnu Hajar al Asqalani menyebutkan:

وَالْأَدَبُ اسْتِعْمَالُ مَا يُحْمَدُ قَوْلًا وَفِعْلًا وَعَبَّرَ بَعْضُهُمْ عَنْهُ بِأَنَّهُ الْأَخْذُ بِمَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ

“Al adab artinya menerapkan segala yang dipuji oleh orang, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Sebagian ulama juga mendefinsikan, adab adalah menerapkan akhlak-akhlak yang mulia” (Fathul Bari, 10/400).

 

 

Jadi arti adab secara keseluruhan yaitu segala bentuk sikap, perilaku atau tata cara hidup yang mencerminkan nilai sopan santun, kehalusan, kebaikan, budi pekerti atau akhlak. Untuk mempelajari adab dibutuhkan waktu yang tak sebentar. Dalam kajian Ustadz Budi Ashari, Lc, menyampaikan betapa pentingnya adab dahulu baru ilmu.

Kenapa sampai para ulama agama pun mendahulukan mempelajari adab?

Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata,

بالأدب تفهم العلم

“Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”

Sebab, kepintaran tidak ada artinya apabila seseorang tidak memiliki adab (etika). Ilmu menjadi berbahaya bagi pemiliknya dan orang lain karena tidak dihiasi akhlak.

Bahkan mungkin kita juga sering mendengar, “Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh” (Adabul Imla’ wal Istimla’ [2], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi [10]).


Begitu pentingnya adab hingga Allah SWT menempatkanya sebagai hal yang paling utama. Sebab, kepintaran pun tidak ada artinya apabila seseorang tidak memiliki adab. Ilmu bisa saja menjadi berbahaya bagi pemiliknya dan orang lain karena tidak didampingi dengan adab. Kita juga harus memahami peran penting menanamkan adab pada proses pengembangan karakter peserta didik yang baik, karena di era saat ini adab dan karakter mulai pudar oleh perkembangan zaman. Banyak peserta didik yang mengabaikan betapa pentingnya adab dan karakter dalam dunia pendidikan. 

Mengutip dari buku Antologi Hadist Tarbawi oleh Tejo Waskito, adab sangat diperlukan dalam dunia pendidikan terutama bagi peserta didik, agar ia mampu memahami, menerapkan dan mengimplementasikan hal positif dan menjadi pribadi yang baik. Ibnu al-Mubarak r.a. menyatakan:

“Mempunyai adab (kebaikan budi pekerti) meskipun sedikit adalah lebih kami butuhkan daripada (memiliki) banyak ilmu pengetahuan”

Dari pernyataan Ibnu Mubarak di atas kita bisa menyimpulkan bahwasanya mempunyai sedikit adab itu lebih penting dan dibutuhkan daripada mempunyai banyak ilmu pengetahuan. Karena orang yang berilmu belum tentu beradab, tetapi jika orang yang memiliki adab sudah pasti berilmu. Dan tingkatan adab lebih tinggi dari ilmu.

Penjelasan melalui video Penting adab apa ilmu

* Red

Kamis, 23 Februari 2023

Mengasah Pribadi Unggul

MENGASAH PRIBADI UNGGUL DENGAN
TATA KRAMA, SANTUN, DAN MALU

Oleh: Muh. Ali Ma’sum, M.Pd.I

 

Penyambutan Siswa/i di depan pintu gerbang

A.    Kompetensi Inti (KI)

KI 1: Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya

KI-2: Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.

KI-3: Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.

KI-4: Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori

 

B.     Kompetensi Dasar

1.7 : Meyakini bahwa berbakti dan taat tata krama, sopan santun, dan rasa malu adalah ajaran pokok agama.

2.7 : Menunjukkan perilaku dengan tata krama, sopan santun, dan rasa malu.

3.7 : Memahami makna tata krama, sopan santun, dan rasa malu.

4.7 : Menyajikan contoh perilaku tata krama, sopan-santun, dan rasa malu.

 

C.    Tujuan Pembelajaran

Peserta didik mampu:
  1. Mendeskripsikan pengertian tata krama dengan benar.
  2. Menyebutkan dalil naqli tentang tata krama dengan benar.
  3. Menyajikan contoh perilaku tata krama dalam kehidupan sehari-hari.
  4. Berperilaku tata krama dalam kehidupan sehari-hari.
  5. Menjelaskan hikmah perilaku tata krama dalam kehidupan sehari-hari.
  6. Mendeskripsikan pengertian santun dengan benar.
  7. Menyebutkan dalil naqli tentang santun dengan benar.
  8. Menyajikan contoh perilaku santun sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. al-Baqarah/2: 83 dan hadis terkait dengan benar.
  9. Berperilaku santun sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. al-Baqarah/2: 83 dan hadis terkait dengan benar.
  10. Menjelaskan hikmah perilaku santun sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. al-Baqarah/2: 83 dan hadis terkait dengan benar.
  11. Mendeskripsikan pengertian malu dengan benar.
  12. Menyebutkan dalil naqli tentang malu dengan benar.
  13. Menyajikan contoh perilaku malu sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. al-Baqarah/2: 83 dan hadis terkait dengan benar.
  14. Menjelaskan hikmah perilaku malu sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. al-Baqarah/2: 83 dan hadis terkait dengan benar.
  15. Berperilaku malu sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. al-Baqarah/2: 83 dan hadis terkait dengan benar.
Selanjutnya
Pedoman Penilaian Sikap, Pengetahuan, dan Keterampilan

Senin, 17 Oktober 2022

Hormat dan Taat

Menghormati orang tua sangat ditekankan dalam Islam. Banyak ayat di dalam al-Qur’an yang menyatakan bahwa segenap mukmin harus berbuat baik dan menghormati orang tua. Selain menyeru untuk beribadah kepada Allah Swt. semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun, al-Qur’an juga menegaskan kepada umat Islam untuk menghormati kedua orang tuanya.

Sebagai muslim yang baik, tentunya kita memiliki kewajiban untuk berbakti kepada orang tua kita baik ibu maupun ayah. Agama Islam mengajarkan dan mewajibkan kita sebagai anak untuk berbakti dan taat kepada ibu maupun ayah. Taat dan berbakti kepada kedua orang tua adalah sikap dan perbuatan yang terpuji.

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada umat manusia untuk menghormati orang tua. Dalil-dalil tentang perintah Allah Swt. tersebut antara lain:


Artinya :
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan dahd dan janganlah engkau membentak keduanya, dan uapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan uapkanlah, dahai Tuhanku Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil." (Q.S. al-Isra’/17: 23-24)


Pentingnya seorang anak untuk meminta doa restu dari kedua orang tuanya pada setiap keinginan dan kegiatannya karena restu Allah Swt. disebabkan restu orang tua. Orang yang berbakti kepada orang tua doanya akan lebih mudah dikabulkan oleh Allah Swt. Apalagi seorang anak mau melakukan atau menginginkan sesuatu. Seperti, mencari ilmu, mendapatkan pekerjaan, dan lain sebagainya, yang paling penting adalah meminta restu kedua orang tuanya. Dalam sebuah hadis disebutkan:


Artinya :

"Rida Allah terletak pada ri«a orang tua, dan murka Allah terletak pada kemurkaan orang tua." (HR. Baihaqi).


Artinya: 

"Aku bertanya kepada Nabi saw., "Amalan apakah yang paling diintai oleh Allah Swt." Beliau menjawab, "alat pada waktunya." Aku berkata, "Kemudian apa?" Beliau menjawab, "Berbakti kepada orang tua." Aku berkata, "Kemudian apa?" Beliau menjawab, "Kemudian jihad di jalan Allah." (HR. Bukhari).


Perlu ditegaskan kembali, bahwa birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua), tidak hanya sekadar berbuat ihsan (baik) saja. Akan tetapi, birrul walidain memiliki bakti’. Bakti itu pun bukanlah balasan yang setara jika dibandingkan dengan kebaikan yang telah diberikan orang tua. Namun setidaknya, berbakti sudah dapat menggolongkan pelakunya sebagai orang yang bersyukur.


Imam An Nawaawi menjelaskan arti birrul waalidain yaitu berbuat baik terhadap kedua orang tua bersikap baik kepada keduanya melakukan berbagai hal yang dapat membuat mereka bergembira serta berbuat baik kepada teman-teman mereka.


Imam Adz-Dzahabi menjelaskan, bahwa birrul walidain atau bakti kepada orang tua, hanya dapat direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk kewajiban:


Pertama : Menaati segala perintah orang tua, kecuali dalam maksiat.
Kedua : Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua.
Ketiga : Membantu atau menolong orang tua bila mereka membutuhkan.

Tentu saja, kewajiban kita untuk berbakti kepada kedua orang tua dan guru bukan tanpa alasan. Penjelasan di atas merupakan alasan betapa pentingnya kita berbakti kepada kedua orang tua dan guru. Adapun hikmah yang bisa diambil dari berbakti kepada kedua orang tua dan guru, antara lain seperti berikut:

  1. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan amal yang paling utama.
  2. Apabila orang tua kita ridha atas apa yang kita perbuat, Allah Swt. pun ridha.
  3. Berbakti kepada kedua orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami, yaitu dengan cara bertawasul dengan amal saleh tersebut.
  4. Berbakti kepada kedua orang tua akan diluaskan rezeki dan dipanjangkan umur.
  5. Berbakti kepada kedua orang tua dapat menjadikan kita dimasukkan ke jannah (surga) oleh Allah Swt.

Selanjutnya

Pentingnya hormat dan taat kepada guru

Kuis Part 1 (Hormat kepada Ortu dan Guru)

Kuis Part 2 (Hormat kepada Ortu dan Guru)

Kuis (1. Jujur dan Menepati Janji)

Kuis (2. Jujur dan Menepati Janji)

Kuis (Optimis, Ikhtiar, dan Tawakkal)

Kuis (Iman kepada Hari Akhir)

TTS Materi Iman kpd Qada' & Qadar

Postingan Unggulan

KUIS (Materi Zakat)

https://quizizz.com/embed/quiz/636858fe5ba125001d6d7afc